Senin, 02 Januari 2012

Belajar Bermakna Ausubel

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai akibat dari pengalaman. Belajar dapat dilakukan di mana saja. Salah satu lembaga resmi tempat belajar ialah sekolah. Di sekolah, proses pembelajaran merupakan transfer ilmu pengetahuan antara guru dan siswa. Karena seringnya interaksi, maka guru memiliki peranan yang penting dalam menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Keberhasilan tersebut tentu harus diusahakan karena keberhasilan belajar dalam suatu tahap akan memudahkan siswa untuk belajar di tahap berikutnya. Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran.
Telah banyak teori pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli. Antara teori yang satu dengan yang lain mungkin akan memiliki kemiripan atau malah bertentangan. Hal ini disebabkan sudut pandang dan pengkajian yang berbeda. Namun, setiap teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal terpenting bagi guru adalah mengetahui teori-teori tersebut sehingga dapat mengambil setiap kelebihannya dan mengaplikasikannya.
Dari banyak para ahli yang mengemukakan teori belajar, David Ausubel merupakan salah satu di antaranya. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Inilah yang membedakannya dari para ahli lain yang hanya berlatar belakang psikologi, tetapi teori-teori mereka diterjemahkan dari dunia psikolog ke pendidikan.
Dalam teorinya ini, Ausubel lebih menekankan pada “belajar bermakna” serta variabel-variabel yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui lebih jauh, penyusun akan membahas mengenai prinsip-prinsip belajar menurut Ausubel, penerapannya dalam mengajar, dan peta konsep sehingga dapat diaplikasikan dalam pembelajaran.



B.   RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana belajar menurut Ausubel?

1.      Bagaimana menerapkan teori Ausubel dalam mengajar?
2.      Apa fungsi peta konsep dan bagaimana cara menyusunnya?

A.  TUJUAN
1.      Mengetahui belajar menurut Ausubel
2.      Mengetahui cara menerapkan teori Ausubel dalam mengajar
3.      Mengetahui fungsi peta konsep dan cara penyusunannya

PEMBAHASAN

A.  BELAJAR MENURUT AUSUBEL
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada stuktur kognitif yang telah ada.[1]
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dengan bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri informasi itu. Dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Siswa juga dapat mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada pada struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan sebab belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Belajar penerimaanpun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sementara belajar penemuan rendah kebermaknaannya dan merupakan belajar hafalan bila memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba, seperti menebak suatu teka-teki. Belajar penemuan yang sangat bermakna hanyalah penelitian yang bersifat ilmiah.
1.      Belajar Bermakna ( Meaningfull Learning)
Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak. Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Bila diinginkan belajar bermakna seperti yang dikemukakan Ausubel, dan bila belajar bermakna memerlukan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif yang disebut subsumer, pertanyaannya adalah :” dari mana datangnya subsumer?”.
Pada anak-anak pembentukan konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep-konsep. Pembentukan konsep adalah semacam belajar penemuan yang menyangkut baik pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis, maupun pembentukan generalisasi dari hal-hal yang khusus. Misalnya dengan berkali-kali dihadapkan pada benda yang disebut kursi, maka lambat laun anak akan menemukan kriteria bagi konsep kursi. Waktu usia masuk sekolah tiba, kebanyakan anak telah mempunyai kerangka konsep yang mengizinkan terjadinya belajar bermakna.
Menurut Ausubel dan Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bemakna, yaitu:
a.    Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
b.    Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
c.    Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliternatif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.[2]



2.      Belajar Hafalan (Rote Learning)
Belajar hafalan terjadi bila tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif.
3.      Subsumsi dan Subsumsi Obliternatif
Subsumsi adalah proses interaktif antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar asimilasi Ausubel.
Menurut Ausubel, subsumsi obliteratif adalah subsumsi yang telah rusak, dimana unsur-unsur yang telah tersubssumsi tidak dapat lagi dikeluarkan dari memori, jadi sudah di lupakan.
4.      Variabel-variabel yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna
Menurut Ausubel, faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul saat informasi baru masuk kedalam struktur kognitif itu. Jika struktur kognitif itu stabil, jelas, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang jelas atau tidak meragukan akan timbul, dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Adapun prasyarat belajar bermakna ialah:
a.       Makna yang dipelajari harus bermakna secara potensial
b.      Siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna.





[1] Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, Jakarta, Erlangga, 1996, hal.110.
[2] Ibid., hal. 115


A.  MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR
Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, sebaiknya kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ausubel dalam bukunya yang berjudul Educational Psychology. Ausubel menyatakan bahwa :
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang tel;ah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian.
1.      Pengaturan awal
David Ausubel memperkenalkankonsep pengatur awal dalam teorinya, pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap semacam pertolongan mental, dan disajikan sebelum materi baru.
2.      Diferensiasi progresif
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi konsep-konsepyang tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum, paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Dengan perkataan lain, model belajar menurut Ausubel pada umumnya berlangsung dari umum ke khusus.
3.      Belajar superordinat
Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Mungkin belajar superordinat tidak biasa terjadi disekolah, sebab sebagian besar guru-guru dan buku-buku teks mulai dengan konsep-konsep yang lebih inklusif. Tetapi kerap kali mereka gagal untuk memperlihatkan secara eksplisit hubungan-hubungan pada konsep-konsep inklusif ini, waktu dikemudian hari disajikan konsep-konsep khusus subordinat.
4.      Penyesuaian Integratif
Untuk mengatasi atau mengurangi pertentangan kognitif, Ausubel menyarankan suatu prinsip lain, yaitu yang dikenal dengan prinsip penyesuaian integratif atau rekonsiliasi integratif.
Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga kkita menggerakan hirarki-hirarki konseptual keatas dan kebawah selama informasi disajikan. Kita dapat mulai dengan konsep-konsep yang paling umum, tetapi kitga perlu memperlihatkan bagaimana terkaitnya konsep-konsep subordinat dan kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh kearti baru lagi konsep yang tingkatnya lebih tinggi.
B.  PETA KONSEP
Telah disebutkan bahwa Ausubel menekankan guru untuk mengetahui konsep-konsep yang diketahui para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung, salah satunya adalah dengan peta konsep yang dikemukakan oleh Novak.
Peta konsep tersusun dari gagasan-gagasan utama yang diperlihatkan secara visual dalam bentuk proposisi-proposisi, sehingga memperkuat prinsip utama organisasi pengetahuan.[1]
1.      Ciri-Ciri Peta Konsep
a.       Memperlihatkan konsep-konsep dengan proposisi-proposisi suatu bidang studi
b.      Merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi.
c.       Menyatakan hubungan konsep-konsep
d.      Mengandung hirarki
2.      Menyusun Peta Konsep
Beberapa langkah menyusun peta konsep adalah sebagai berikut:
a.    Pilihlah suatu bacaan  dari buku pelajaran
b.    Tentukan konsep-konsep yang relevan
c.    Urutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif.
d.    Susunlah konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif di puncak ke  konsep yang paling tidak inklusif.
e.    Hubungkanlah konsep-konsep itu dengan kata-kata penghubung
3.      Kegunaan Peta Konsep
a.    Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa
b.    Mempelajari cara belajar
c.    Mengungkapkan konsepsi salah
d.    Alat evaluasi


[1] Ida Farida, Peta Konsep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar